Sunday, October 18, 2020

MAKALAH TOLAK PNEUMOTHORAX SEJAK DINI DAN KUIS KELOMPOK 2B

 TOLAK PNEUMOTHORAX SEJAK DINI

SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN

 



 

DISUSUN OLEH ;

1. Amara Dhea Theresia  (I1B019002)

2. Innasa Permata Triaswidadi  (I1B019040)

3. Margaretha Dea Priscillia  (I1B019062)

4. Madia Yuni Ardani  (I1B019066)

5. Rima Putri Agustya  (I1B019068)

6. Irena Agung Verari  (I1B019074)

7. Hanin Nisa Rosiani  (I1B019080)

 

 

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2020



1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pernapasan merupakan salah satu sistem organ terpenting yang khususnya melibatkan paru-paru sehingga bila terjadi gangguan pernapasan dapat mengakibatkan gagal napas. Salah satu penyakit paru-paru yang menyebabkan gagal napas adalah pneumothorax. Insiden pneumothorax laki-laki lebih banyak dari pada perempuan (5:1). Kasus pneumothorax spontan primer di Amerika Serikat 7,4/100.000 per tahun untuk laki-laki dan 1,2/100.000 per tahun untuk perempuan. Sedangkan insiden pneumothorax spontan sekunder dilaporkan 6,3/100.000 per tahun untuk laki-laki dan 2/100.000 per tahun untuk perempuan (Sudoyo et al., 2009). Pneumothorax lebih sering ditemukan pada hemithorax kanan dari pada hemithorax kiri. Pneumothorax bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumothorax spontan. Insiden dan pravalensi pneumothorax ventil 3% sampai dengan 5% dari pneumothorax spontan. Kemungkinan berulangnya pneumothorax ialah 20% untuk kedua kali dan 50% untuk ketiga kali (Alsagaff and Mukty, 2010).

Pneumotoraks merupakan kasus gawat darurat napas yang dapat mengancam jiwa dan membutuhkan penanganan segera. Berbagai penyakit paru, tindakan intervensi paru, penggunaan ventilasi mekanis atau trauma toraks dapat mencetus pneumotoraks spontan. Diagnosis pneumotoraks ditegakkan berdasarkan anamnesi, pemeriksaan fisis dan foto toraks. Sensitivitas foto toraks anteroposterior dalam mendiagnosis pneumotoraks adalah sekitar 25-75% namun foto toraks posteroanterior juga dapat memberikan gambaran pneumotoraks yang meragukan.2 Kasus seperti ini sering kali dikonfirmasi dengan CT-scan toraks sehingga memperlambat tatalaksana, meningkatkan risiko pneumotoraks ventil dan menambah biaya.1-3 Oleh karena itu dalam satu dekade terakhir ultrasonografi (USG) toraks hadir sebagai modalitas radiologi yang lebih cepat, tepat dan praktis dalam mendiagnosis pneumotoraks.

Pneumothorax ialah suatu keadaan dimana cavum pleurae berisi udara. Udara dapat berasal dari metabolisme bakteri sebagai akibat adanya empyema, penjebolan abs- ces subfrenis melalui diafragma, cavum pleurae diisi dengan sengaja, dengan gas murni umpama N, dan lain-lain, udara dari luar atau melalui bronchus. Semua udara didalam cavum pleurae mengalami perubahan, karena banyaknya O, menurun sedang CO, bertambah secara nisbi. Tetapi perubahan ini di dalam klinik sangat sedikit artinya, sehingga dapat diabaikan. Maka untuk mudahnya kita menggunakan istilah udara saja. Penumothorax sendiri bukan suatu penyakit, tetapi suatu gejala penyakit

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT

1. Dapat memahami penyebab dari Pneumothorax

2. Dapat mencegah terjadinya Pneumothorax

 

2. ISI

2.1 PENGERTIAN

Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura. Pneumotoraks di bedakan menjadi pneumotoraks spontan primer dan sekunder berdasarkan ada tidaknya penyakit paru yang mendasari (MacDuff A et al., 2010)

 

2.2 ETIOLOGI

Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan dasar etiologinya seperti Spontan pneumotoraks, dibagi menjadi 2 yaitu, Spontan Pneumotoraks primer (primery spontane pneumothorax) dan Spontan Pneumotoraks Sekunder (secondary spontane pneumothorax), pneumotoraks trauma

1. Pneumotoraks Spontan Primer ( primery spontaneous pneumothorax)

Penyebab dari pneumotoraks primer belum diketahui secara pasti, banyak penelitian dan terori telah di kemukakan untuk mencoba menjelaskan tentang apa sebenarnya penyebab dasar dari tipe pneumotoraks ini. Ada teori yang menyebutkan, disebabkan oleh factor konginetal, yaitu terdapatnya bula pada subpleura viseral, yang suatu saat akan pecah akibat tingginya tekanan intra pleura, sehingga menyebabkan terjadinya pneumotoraks. Bula subpleura ini dikatakan paling sering terdapat pada bagian apeks paru dan juga pada percabangan trakeobronkial. Pendapat lain mengatakan bahwa PSP ini bisa disebabkan oleh kebiasaan merokok. Diduga merokok dapat menyebabkan ketidakseimbangan dari protease, antioksidan ini menyebabkan degradasi dan lemahnya serat elastis dari paru-paru, serta banyak penyebab lain yang kiranya dapat membuktikan penyebab dari pneumotoraks spontan primer. (Jurnal Universitas Udayana)

2. Pneumotoraks Spontan Sekunder ( Secondary Spontaneus Pneumothorax)

Pneumotoraks spontan sekunder merupakan suatu pneumotoraks yang penyebabnya sangat berhubungan dengan penyakit paru-paru, banyak penyakit paru-paru yang dikatakan sebagai penyebab dasar terjadinya pneumotoraks tipe ini. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), infeksi yang disebabkan oleh bakteri pneumocity carinii, adanya keadaan immunocompremise yang disebabkan oleh infeksi virus HIV, serta banyak penyebab lainnya, disebutkan penderita pneumotoraks tipe ini berumur diantara 60-65 tahun. (Jurnal Universitas Udayana)

3. Pneumotoraks Trauma

Pneumotoraks trauma adalah pneumotoraks yang disebabkan oleh trauma yang secara langsung mengenai dinding dada, bisa disebabkan oleh benda tajam seperti pisau,atau pedang, dan juga bisa disebabkan oleh benda tumpul. Mekanisme terjadinya pneumotoraks trauma tumpul, akibat terjadinya peningkatan tekanan pada alveolar secara mendadak, sehingga menyebabkan alveolar menjadi ruptur akibat kompresi yang ditimbulkan oleh trauma tumpul tersebut, pecahnya alveolar akan menyebabkan udara menumpuk pada pleura visceral, menumpuknya udara terus menerus akan menyebabkan pleura visceral rupture atau robek sehingga menimbulkan pneumotorak. Jika pada mekanisme terjadinya pneumotoraks pada trauma tajam disebabkan oleh penetrasi benda tajam tersebut pada dinding dada dan merobek pleura parietal dan udara masuk melalui luka tersebut ke dalam rongga pleura sehingga terjadi pneumotoraks. (Jurnal Universitas Udayana)

2.3 TANDA DAN GEJALA

Awitan tiba-tiba

Hipersonor pada perkusi di satu sisi thoraks

Pergeseran mediastrium

2.4 PATOFISIOLOGI

Thorax atau rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang dan otot. Apabila salah satu dari keduanya mengalami kerusakan akan berpengaruh pada oksigenasi dan ventilasi. Pneumothorax bermula dari adanya kerusakan pada otot pernapasan akibat trauma tumpul atau kerusakan pada organ viseral. Akibat dari rusaknya otot pernapasan ini berimbas pada rusaknya pleura yang melindungi paru paru. Kerusakan pleura menyebabkan bertambahnya volume dan menurun nya tekanan intrapleura. Apabila tekanan intrapleura turun (negatif) udara tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura pada saat respirasi dan udara makan mengalir menuruni gradien tekanan. Karena menuruni gradien tekanan, tekanan intrapleura menjadi seimbang dengan tekanan intrapulmonal yang ada dalam alveolus (pneumothorax spontan)  atau seimbang dengan tekanan atmosfer (pneumothorax traumatic). Tekanan intrapleura yang menjadi seimbang ini mengakibatkan tidak ada lagi gradien transmural yang memiliki fungsi mempertahankan agar volume paru menenuhi dinding thorax yang lebih besar. Ketidak adaan gradien transmural membuat paru tidak meregang dengan baik dan terjadilah paru kolaps.  

2.5 FAKTOR RESIKO

Kerusakan paru-paru akibat penyakit tertentu, seperti Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), pneumonia, serta tuberkolosis.

Cedera dada yang melukai paru-paru, misalnya luka tembak atau tulang rusuk yang patah.

Sobeknya kantong udara kecil yang terletak dipermukaan paru-paru. Kondisi umumnya dialami oleh pengidap penuthorax primer.

Menggunakan alat bantu pernapasan, contohnya ventilator.

Merokok, asap rokok diduga bisa menipiskan dinding bleb (kantong udara) sehingga risiko pnemuthorax meningkat.

Jenis kelamin, kondisi ini kebih sering dialami oleh pria dibandingkan wanita.

Usia, pnemuthorax primer cenderung terjadi pada usia muda, yaitu sekitar 20 hingga 40 tahun.

Faktor keturunan, 1 dari 9 pengidap pnemuthorax diperkirakan memiliki anggota keluarga dengan kondisi kesehatan yang sama.

Pernah mengalami pnemothorax. Sebagian besar orang yang pernah terserang kondisi ini berpotensi untuk kembali mengalaminya

 

2.6 PENATALAKSANAAN

a. Pneumothorax Traumatik

Penatalaksanaan pneumothorax traumatik meliputi pertolongan pertama dengan penilaian Airway, Breathing and Circulation, terapi  dan pemasangan kateter intercostal.

Pertolongan Awal

Patensi jalan napas harus adekuat dengan penilaian integritas dinding dada dan status sirkulasi karena tamponade jantung dapat memiliki gejala mirip pneumothorax tension. Posisi duduk tegak bermanfaat kecuali jika terdapat kontraindikasi seperti cedera spinal. Luka tusuk membutuhkan penutupan luka segera yang tertutup atau perban kedap udara. Pasang perban oklusif steril untuk menutupi luka terbuka, (misalnya menggunakan plastik wrap atau petrolatum gauze) dengan menempelkan perekat pada ketiga sisi. Tindakan ini dapat mencegah udara ruang memasuki rongga pleura tetapi udara dapat keluar dari rongga pleura ke ruangan saat proses ekspirasi melalui tepi yang tidak ditempel perekat.

Observasi ketat seluruh pasien pneumothorax apalagi pneumothorax terbuka karena tension pneumothorax atau keadaan emergensi pernapasan yang mengancam jiwa dapat terjadi. Hemothorax dapat terjadi pada pneumothorax traumatik sehingga perlu dipasang akses intravena dengan kanul yang besar untuk resusitasi cairan jika pasien mengalami perburukan menjadi syok. Selain akibat perdarahan, syok obstruktif dapat timbul akibat pergeseran mediastinum ke sisi kontralateral, menekan paru kontralateral dan menurunkan aliran balik vena.

Airway : Saat memeriksa jalan napas, perhatikan apakah terdapat sumbatan jalan napas seperti adanya bunyi napas tambahan seperti gargling yang mengindikasikan adanya perdarahan di saluran napas, atau stridor yang mengindikasikan adanya obstruksi saluran napas atas.

Breathing : Saat menilai usaha bernapas (breathing) yang diperhatikan adalah ekspansi dada, laju pernapasan, saturasi oksigen perifer. Ekspansi dada yang tidak simetris dengan laju pernapasan cepat dapat ditemukan pada pneumothorax. Pada pneumothorax traumatik, lakukan juga penilaian terhadap tanda trauma pada dada, seperti memar, luka, atau emfisema subkutan.

Circulation: Kegagalan sirkulasi dengan ditemukannya tanda syok seperti hipotensi, takikardia, akral dingin atau sianosis menunjukan kemungkinan terjadinya pneumothorax tension ataupun tamponade jantung.

Terapi Oksigen

Segera berikan oksigen 100% dan pertahankan pemberian oksigen selama masa perawatan. Pemberian suplementasi oksigen aliran tinggi mempercepat absorpsi udara pleural secara klinis. Dengan menghirup oksigen 100% dibandingkan udara bebas, tekanan alveolar nitrogen akan menurun dan nitrogen secara bertahap akan bersih dari jaringan dan oksigen akan masuk ke sistem vaskular. Dengan suplementasi oksigen konsentrasi tinggi, normalnya 1,2% volume akan terserap dalam 24 jam, 10% akan diabsorpsi dalam 8 hari dan 20% dalam 16 hari berikutnya. Perbedaan gradien nitrogen yang terjadi antara jaringan kapiler dan ruang pneumothorax akan meningkatkan absorpsi rongga pleural 4 kali lipat.

Aspirasi Sederhana

Titik untuk aspirasi adalah pada sela iga 2 di linea midklavikula. Dapat juga dilakukan di sela iga 5 linea aksilaris anterior untuk mencegah perdarahan yang mengancam nyawa. American College of Chest Physician (ACP) dan British Thoracic Society (BTC) mengatakan aspirasi jarum dan/atau insersi kanul intravena efektif, nyaman, aman, dan ekonomis pada beberapa pasien.

Selang Torakostomi/Kateter Interkostal

Prosedur ini dianjurkan jika aspirasi sederhana tidak efektif dan torakoskopi tidak tersedia. Titik pemasangan kateter/selang sama dengan titik pemasangan jarum aspirasi sederhana. Prosedur ini menyebabkan ekspansi paru yang cepat sehingga lama perawatan akan berkurang. Risiko dari reekspansi paru yaitu edema paru akan lebih besar jika reekspansi terjadi terlalu cepat sehingga pemasangan water-seal dianjurkan pada 24 jam pertama. Saat ini pemasangan kateter lebih banyak diganti dengan selang plastik (18-24 Fr) dibandingkan dengan trokar metal karena risiko cedera. Letak selang yang tepat dapat terlihat dari adanya gelembung saat ekspirasi dan saat batuk serta kenaikan level air pada water seal pada saat inspirasi.

b. Penatalaksanaan Pneumothorax Spontan

Penatalaksanaan pneumothorax spontan meliputi terapi konservatif, terapi oksigen, aspirasi sederhana sampai pemasangan kateter intercostal. Pemilihan penatalaksanaan pneumothorax spontan berdasarkan pada ukuran pneumothorax dan kondisi klinis pasien.

Terapi Konservatif

Pneumothorax spontan kecil tidak selalu membutuhkan tindakan, karena jarang menyebabkan kegagalan pernapasan dan secara umum dapat pulih spontan. Pendekatan ini dilakukan jika ukuran pneumothorax kecil (kurang dari 50% volume hemitoraks), tidak ada sesak napas, dan tidak ada penyakit paru yang menyadari. Observasi 24 jam dapat dilakukan dan pilihan terapi dapat berubah jika pasien mengalami perburukan. Rontgen toraks serial diperlukan untuk membuktikan perbaikan. Pneumothorax sekunder hanya boleh ditatalaksana konservatif jika ukuran sangat kecil (kurang dari 1 cm) dan gejala minimal. Pada pneumotoraks spontan kecil (<15%) dapat diobservasi dan diberikan terapi oksigen 100% untuk mempercepat reabsorpsi sampai 4 kali lipat.

Aspirasi Sederhana

Aspirasi dapat dilakukan pada pneumothorax spontan yang besar (>15%) atau dengan gejala sesak napas menggunakan kanul intravena dibandingkan menggunakan jarum manual yang berkaitan dengan risiko laserasi paru. Evaluasi efektivitas aspirasi dapat dilihat pada foto rontgen 6 jam setelah prosedur aspirasi dilakukan, rekurenitas terjadi pada sekitar 20%-50% kasus, sehingga aspirasi sederhana lebih efektif pada pneumothorax spontan kecil dan sedang.

Selang Torakostomi / Kateter Interkostal

Pemasangan kateter interkostal diperlukan pada pneumothorax spontan primer yang tidak respon dengan aspirasi, pneumothorax spontan sekunder besar (>50%), dan pneumothorax tension. Titik insersi sama seperti aspirasi. Prosedur ini menghasilkan reekspansi yang cepat sehingga tidak perlu perawatan yang lama. Risiko edema paru lebih tinggi ketika paru reekspansi dengan cepat, sehingga lebih baik menggunakan water-seal drainage. Saat ini selang torakostomi menggunakan plastik disposable dengan trokar logam di bagian tengahnya. Tanda posisi selang sudah benar adalah adanya gelembung udara pada air saat ekspirasi dan batuk dan kenaikan tinggi cairan pada water-seal saat inspirasi. Jika paru tetap tidak mengembang atau terdapat kebocoran udara persisten selama 72 jam setelah pemasangan selang torakostomi, pertimbangkan untuk melakukan melakukan penatalaksanaan lain seperti torakoskopi atau torakotomi.

c. Penatalaksanaan Pneumothorax Rekuren

1. Pleurodesis dan Pembedahan

Pleurodesis adalah pilihan terakhir yaitu prosedur yang secara permanen menghilangkan ruang pleural dan merekatkan paru ke dinding dada. Prosedur ini berupa pembedahan torakotomi diikuti dengan pleurektomi lapisan pleura luar dan abrasi pleura dalam. Selama proses penyembuhan, paru menempel pada dinding dada dan efektif merekatkan ruang pleura. Tingkat rekurensi 1%.

Tindakan yang lebih kurang invasif adalah torakoskopi dengan Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS). VATS lebih efektif, mengurangi waktu rawat inap, lebih tidak nyeri, skar yang lebih kecil, dan risiko masalah paru pasca operasi yang lebih rendah. Jika selang toraks sudah terpasang, beberapa agen kimiawi pleurodesis dapat digunakan seperti tetrasiklin, talk, minosiklin atau doksisiklin.

2. Perawatan Lanjutan

Jika pneumothorax terjadi pada perokok, dianjurkan untuk tidak bekerja selama 10 hari setelah terkena pneumothorax spontan. Pasien yang menjalani pleurodesis membutuhkan dua sampai tiga minggu untuk dapat beraktivitas kembali. Menyelam tidak dianjurkan pada pasien yang pernah mengalami pneumothorax.


3. PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pernapasan merupakan salah satu sistem organ terpenting yang khususnya melibatkan paru-paru sehingga bila terjadi gangguan pernapasan dapat mengakibatkan gagal napas. Salah satu penyakit paru-paru yang menyebabkan gagal napas adalah pneumothorax. Insiden pneumothorax laki-laki lebih banyak dari pada perempuan (5:1).

Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura. Pneumotoraks di bedakan menjadi pneumotoraks spontan primer dan sekunder berdasarkan ada tidaknya penyakit paru yang mendasari (MacDuff A et al., 2010)

Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan dasar etiologinya seperti Spontan pneumotoraks, dibagi menjadi 2 yaitu, Spontan Pneumotoraks primer (primery spontane pneumothorax) dan Spontan Pneumotoraks Sekunder (secondary spontane pneumothorax), pneumotoraks trauma.

Tanda gejala yang ditimbulkan adalah awitan tiba-tiba, hipersonor pada perkusi di satu sisi thoraks, dan pergeseran mediastrium. Penatalaksanaan pneumothorax traumatik meliputi pertolongan pertama dengan penilaian Airway, Breathing and Circulation, terapi  dan pemasangan kateter intercostal. Penatalaksanaan pneumothorax spontan meliputi terapi konservatif, terapi oksigen, aspirasi sederhana sampai pemasangan kateter intercostal. Pemilihan penatalaksanaan pneumothorax spontan berdasarkan pada ukuran pneumothorax dan kondisi klinis pasien.

 

3.2 SARAN

Puji syukur kami panjatkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Sistem Informasi Keperawatan” ini tanpa halangan yang berarti. Kami menyadari jika makalah yang kami susun masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kedepannya kami akan berusaha memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk menjadi bahan evaluasi kami di masa yang akan datang.



DAFTAR PUSTAKA

Punarbawa, I Wayan Ade; Putu Pramana Suarjaya. “Identifikasi Awal dan Bantuan Hidup Dasar pada Pneumotoraks” Jurnal Universitas Udayana

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S. & Pradipta, E.A., 2014. Kapita Selekta Kedokteran. 4 ed. Jakarta: Media Aesculapius

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2017 http://klikpdpi.com/index.php?mod=arti cl &sel=7865

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM AJI SANTOSO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2015

MacDuff A, Arnold A, Harvey J. Management of spontaneous pneumothorax: British Thoracic Society pleural disease guideline 2010. Thorax. 2010;65:ii18-ii31

Khadijah. S.  2018. Latar Belakang Masalah Pernafasan. https://eprints.ums.ac.id. Diakses pada 18 Oktober 2020.

Elhidsi. M. 2018. Peran Ultrasonografi dalam Diagnosis Pneumotoraks. Jurnal Respirologi Indonesia. Vol 38(4). Hal 239-243.

Sukarto. H dan D. Sukardi. 1973. Pneumotoraks Spontan. Berkala Ilmu Kedokteran Gadjah Mada. Jil V(3). Hal 201

Erdiyenti. M. E., Russilawati. A., dan Khairsyaf. O. 2020. Pneumothoraks Spontan Bilateral: KomplikasiInhalasi Metamfetamin. Jurnal Kedokteran  Yarsi. Vol 28(2): 014-020. 


KUIS PNEUMOTHORAX



No comments:

Post a Comment