Monday, October 19, 2020

Makalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut + kuesioner_Kelompok 4B

 

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN


 

Disusun Oleh:

1.     Haliza Aulia Rachma I1B019012

2.     Adithia Cahyani          I1B019024

3.     Dinda Putri Bestari     I1B019048

4.     Ika Dithania Purwati   I1B019054

5.     Ilham Wiguna              I1B109058

6.     Adinda Virni Arida     I1B019070

7.     Rizkia Nurul Azizah   I1B019074

 

 

 

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

OKTOBER

2020




I.     PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus/rongga di sekitar hidung, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2002 dalam Hayati, Sri. 2014). ISPA dibagi menjadi dua yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Atas dan Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah. Pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan bawah akut (Hayati, Sri. 2014). Infeksi Saluran Napas Atas adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroogranisme yang menyerang saluran napas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring, dan laring. Penyakit yang termasuk ISPA antara lain: faringitis (radang tenggorokan), pilek, laringitis, dan influenza tanpa komplikasi. (Corwin, Elizabeth J. 2009).

Menurut WHO (2007) gejala yang timbul biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Contoh patogen yang menyebabkan ISPA adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus, paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory syndrome- associated coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza. ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%- nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah.

Menurut World Health Organzation (WHO) tahun 2016 jumlah penderita ISPA adalah 59.417 anak dan memperkirakan di Negara berkembang berkisar 40-80 kali lebih tinggi dari Negara maju. WHO menyatakan tembakau membunuh lebih dari 5 juta orang pertahun, dan diproyeksikanakan membunuh 10 juta sampai tahun 2020.Dari jumlah itu 70 persen korban berasal dari Negara berkembang (Safarina, 2015 dalam Aprilia, Nia. Et,al. 2019).

Di Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian bayi. Sebanyak 36,4% kematian bayi pada tahun 2008 (32,1%) pada tahun 2009 (18,2%) pada tahun 2010 dan 38,8% pada tahun 2011 disebabkan karena ISPA. Selain itu, ISPA sering berada pada daftar sepuluh penyakit terbanyak penderitanya di rumah sakit. Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun 2009, cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil yang diperoleh 18.749 penderita. Survei mortalitas yang dilakukan Subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA sebagai penyebab terbesar kematian bayi di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes RI, 2012 dalam Dongky&Kadriati,2016).

Berdasarkan data Kemenkes tahun 2015, cakupan penemuan ISPA pada balita tahun 2014 berkisar antara 20-30%, sedangkan pada tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi 63,45%. Data dari Buletin Surveilans ISPA Berat di Indonesia (SIBI) pada tahun 2014 yang dilaksanakan di enam rumah sakit provinsi di Indonesia, didapatkan 625 kasus ISPA berat, 56% adalah laki-laki dan 44% adalah perempuan. Sementara kejadian ISPA pada balita di Sumatera Barat tahun 2015 sebanyak 11.326 kasus (22,94%) dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 13.384 kasus (27,11%) (Dinkes, 2016 dalam Siregar, Desy Putri Anggi , 2018).

Menurut Riskesdas (2013) ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu gizi yang kurang, status imunisasi yang tidak lengkap, membedong bayi (menyelimuti yang berlebihan), tidak mendapat ASI yang memadai, defisiensi vitamin A, kepadatan tempat tinggal, polusi udara akibat asap dapur, orang tua perokok dan keadaan rumah yang tidak sehat. Sementara menurut Maryunani (2010) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor individu anak, faktor lingkungan dan faktor perilaku. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi  pencemaran udara dan perilaku merokok, ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor perilaku, dimana apabila faktor perilaku merokok pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi dan balita tidak dilakukan dengan benar maka akan menambah resiko terjadinya ISPA. (Siregar, Desy Putri Anggi 2018).

1.2    Tujuan

a.     Meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai ISPA

b.     Menghindari terjadinya ISPA

c.     Mengetahui tatalaksana pada penderita ISPA

 

 

 

II.   ISI

2.1    Definisi

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang menyerang saluran napas atas seperti rongga hidung, faring, dan laring sehingga tidak berfungsi untuk pertukaran gas. Penyakit yang termasuk ISPA antara lain: faringitis (radang tenggorokan), pilek, laringitis, dan influenza tanpa komplikasi.

2.2    Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis ISPA bergantung pada tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Namun, yang paling sering terjadi yaitu:

1.     Batuk

2.     Bersin dan kongesti nasal

3.     Pengeluaran mukus dan rabas (pilek) dari hidung serta turun ke tenggorokan

4.     Sakit kepala

5.     Demam derajat ringan

6.     Malaise (tidak enak badan)

2.3    Etiologi

ISPA disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan polusi udara. Adapun bakteri yang menyebabkan ISPA seperti Streptococcus pneumonia, Mycoplasma Pneumonia, dan Staphylococcus aureus. Virus penyebab ISPA meliputi virus sinsial pernapasan, hantavirus, influenza, parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, herpes simpleks, sitomegalovirus, rubela, dan varisella. Jamur yang mengakibatkan ISPA berupa jamur candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidiodo mycosis, cryptococosis, dan pneumocytis carini. Selain itu ISPA juga disebabkan oleh polusi udara yang meliputi asap rokok, asap pembakaran, asap kendaraan bermotor, dan buangan industri serta kebakararan hutan.

2.4    Patofisiologi

Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella dan korinebakterium, dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus para influenza dan virus campak), adenoveirus, koronavirus, pikornavirus, herpesvirus ke dalam tubuh manusia melalui partikel udara (droplet infection). Kuman ini akan melekat pada sel epitel hidung dengan mengikuti proses pernapasan maka kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk ke saluran pernapasan, yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya (Marni, 2014).

2.5    Penatalaksanaan

·     ·     Istirahat untuk menurunkan kebutuhan metabolik tubuh.
·     Hidrasi tambahan untuk membantu mengencerkan mucus yang kental sehingga mudah  dikeluarkan dari saluran napas. Hal ini perlu dilakukan karena mucus yang terakumulasi merupakan tempat yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme sehingga dapat terjadi infeksi bakteri sekunder.
·    Dekongestan, antihistamin, dan supresan batuk dapat mengurangi beberapa gejala yang mengganggu.
·   Meningkatkan konsumsi vitamin C dapat menurunkan tingkat keparahan atau kemungkinan infeksi beberapa virus tertentu.
·    Diperlukan antibiotik apabila penyebabnya adalah bakteri atau sekunder terhadap infeksi virus.

 

 

 

III.    PENUTUP

3.1    Kesimpulan

ISPA (Infeksi Saluran Pernaapasan Akut) adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang menyerang saluran napas atas seperti rongga hidung, faring, dan laring sehingga tidak berfungsi untuk pertukaran gas. ISPA disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan polusi udara. Gejala yang ditimbulkan demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas.

Penatalaksanaan yang bisa dilakukan seperti istirahat yang cukup, hidrasi tambahan, dekongestan, antihistamin dan supresan batuk untuk mengurangi beberapa gejala, meningkatkan konsumsi vitamin C, dan mengkonsumsi antibiotik.

3.2    Saran

Makalah yang kami susun masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kedepannya kami akan berusaha memperbaiki. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadi bahan evaluasi kami dimasa yang akan datang.

 

Silakan isi survey kami dengan klik link berikut:

https://www.surveymonkey.com/r/5GWC98H

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Nia. Et,al. 2019. “Hubungan Pengetahuan Penderita Hipertensi Tentang Hipertensi dengan Kepatuhan Minum Obat Anthipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampa Tahun 2019”. Jurnal Ners. Vol 3 No.1. Hal: 112-117.

Corwin, Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC

Dongky. Patmawati, Kadrianti. 2016. “Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA Balita di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar”. Unnes Journal of Health. Vol. 5. No. 4.

Hayati, Sri. 2014. “Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung”. Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol 11. No.1

Siregar, Desy Putri Anggi. 2018. Hubungan Perilaku Merokok Anggota Keluarga  Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Lubuk Kilangan Kota Padang. Skripsi

Sudanto, Egi Widya. 2017. Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dan Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. Skripsi

WHO. 2007. “Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan”. Pedoman Interim WHO: Jenewa.

 

No comments:

Post a Comment