INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN
Disusun Oleh:
1. Haliza
Aulia Rachma I1B019012
2. Adithia
Cahyani I1B019024
3. Dinda
Putri Bestari I1B019048
4. Ika
Dithania Purwati I1B019054
5. Ilham
Wiguna I1B109058
6. Adinda
Virni Arida I1B019070
7. Rizkia
Nurul Azizah I1B019074
JURUSAN
KEPERAWATAN
FAKULTAS
ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
OKTOBER
2020
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga
kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus/rongga di
sekitar hidung, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes, 2002 dalam Hayati,
Sri. 2014). ISPA dibagi menjadi dua yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Atas dan
Infeksi Saluran Pernafasan Bagian Bawah. Pneumonia merupakan infeksi saluran
pernafasan bawah akut (Hayati, Sri. 2014). Infeksi Saluran Napas Atas adalah
infeksi yang disebabkan oleh mikroogranisme yang menyerang saluran napas atas
yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring, dan
laring. Penyakit yang termasuk ISPA antara lain: faringitis (radang
tenggorokan), pilek, laringitis, dan influenza tanpa komplikasi. (Corwin,
Elizabeth J. 2009).
Menurut
WHO (2007) gejala yang timbul biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam
sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri
tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Contoh
patogen yang menyebabkan ISPA adalah rhinovirus, respiratory syncytial virus,
paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory syndrome- associated
coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza. ISPA adalah penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang
meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%- nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan
orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita
rendah dan menengah.
Menurut
World Health Organzation (WHO) tahun 2016 jumlah penderita ISPA adalah 59.417
anak dan memperkirakan di Negara berkembang berkisar 40-80 kali lebih tinggi
dari Negara maju. WHO menyatakan tembakau membunuh lebih dari 5 juta orang
pertahun, dan diproyeksikanakan membunuh 10 juta sampai tahun 2020.Dari jumlah
itu 70 persen korban berasal dari Negara berkembang (Safarina, 2015 dalam
Aprilia, Nia. Et,al. 2019).
Di
Indonesia kasus ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian bayi.
Sebanyak 36,4% kematian bayi pada tahun 2008 (32,1%) pada tahun 2009 (18,2%)
pada tahun 2010 dan 38,8% pada tahun 2011 disebabkan karena ISPA. Selain itu,
ISPA sering berada pada daftar sepuluh penyakit terbanyak penderitanya di rumah
sakit. Berdasarkan data dari P2 program ISPA tahun 2009, cakupan penderita ISPA
melampaui target 13,4%, hasil yang diperoleh 18.749 penderita. Survei
mortalitas yang dilakukan Subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA sebagai
penyebab terbesar kematian bayi di Indonesia dengan persentase 22,30% dari
seluruh kematian balita (Depkes RI, 2012 dalam Dongky&Kadriati,2016).
Berdasarkan
data Kemenkes tahun 2015, cakupan penemuan ISPA pada balita tahun 2014 berkisar
antara 20-30%, sedangkan pada tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi 63,45%.
Data dari Buletin Surveilans ISPA Berat di Indonesia (SIBI) pada tahun 2014
yang dilaksanakan di enam rumah sakit provinsi di Indonesia, didapatkan 625
kasus ISPA berat, 56% adalah laki-laki dan 44% adalah perempuan. Sementara
kejadian ISPA pada balita di Sumatera Barat tahun 2015 sebanyak 11.326 kasus
(22,94%) dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 13.384 kasus (27,11%) (Dinkes,
2016 dalam Siregar, Desy Putri Anggi , 2018).
Menurut
Riskesdas (2013) ISPA pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu gizi
yang kurang, status imunisasi yang tidak lengkap, membedong bayi (menyelimuti
yang berlebihan), tidak mendapat ASI yang memadai, defisiensi vitamin A,
kepadatan tempat tinggal, polusi udara akibat asap dapur, orang tua perokok dan
keadaan rumah yang tidak sehat. Sementara menurut Maryunani (2010) faktor
resiko terjadinya ISPA yaitu faktor individu anak, faktor lingkungan dan faktor
perilaku. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status
gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dan perilaku merokok,
ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor perilaku, dimana apabila faktor
perilaku merokok pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi dan balita tidak
dilakukan dengan benar maka akan menambah resiko terjadinya ISPA. (Siregar,
Desy Putri Anggi 2018).
1.2
Tujuan
a. Meningkatkan
pengetahuan pembaca mengenai ISPA
b. Menghindari
terjadinya ISPA
c. Mengetahui
tatalaksana pada penderita ISPA
II. ISI
2.1
Definisi
ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang menyerang saluran napas atas seperti rongga hidung, faring,
dan laring sehingga tidak berfungsi untuk pertukaran gas. Penyakit yang
termasuk ISPA antara lain: faringitis (radang tenggorokan), pilek, laringitis,
dan influenza tanpa komplikasi.
2.2
Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis ISPA bergantung
pada tempat infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Namun, yang paling
sering terjadi yaitu:
1. Batuk
2. Bersin
dan kongesti nasal
3. Pengeluaran
mukus dan rabas (pilek) dari hidung serta turun ke tenggorokan
4. Sakit
kepala
5. Demam
derajat ringan
6. Malaise
(tidak enak badan)
2.3
Etiologi
ISPA
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan polusi udara. Adapun bakteri yang
menyebabkan ISPA seperti Streptococcus pneumonia, Mycoplasma Pneumonia, dan
Staphylococcus aureus. Virus penyebab ISPA meliputi virus sinsial pernapasan,
hantavirus, influenza, parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, herpes simpleks,
sitomegalovirus, rubela, dan varisella. Jamur yang mengakibatkan ISPA berupa
jamur candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidiodo mycosis,
cryptococosis, dan pneumocytis carini. Selain itu ISPA juga disebabkan oleh
polusi udara yang meliputi asap rokok, asap pembakaran, asap kendaraan
bermotor, dan buangan industri serta kebakararan hutan.
2.4
Patofisiologi
Proses
terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari genus
streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella dan
korinebakterium, dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus
para influenza dan virus campak), adenoveirus, koronavirus, pikornavirus,
herpesvirus ke dalam tubuh manusia melalui partikel udara (droplet infection).
Kuman ini akan melekat pada sel epitel hidung dengan mengikuti proses
pernapasan maka kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk ke saluran
pernapasan, yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya
(Marni, 2014).
2.5
Penatalaksanaan
· Hidrasi tambahan untuk membantu mengencerkan mucus yang kental sehingga mudah dikeluarkan dari saluran napas. Hal ini perlu dilakukan karena mucus yang terakumulasi merupakan tempat yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme sehingga dapat terjadi infeksi bakteri sekunder.
III. PENUTUP
3.1
Kesimpulan
ISPA
(Infeksi Saluran Pernaapasan Akut) adalah infeksi yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang menyerang saluran napas atas seperti rongga hidung, faring,
dan laring sehingga tidak berfungsi untuk pertukaran gas. ISPA disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan polusi udara. Gejala yang ditimbulkan demam, batuk,
dan sering juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi, atau
kesulitan bernapas.
Penatalaksanaan
yang bisa dilakukan seperti istirahat yang cukup, hidrasi tambahan,
dekongestan, antihistamin dan supresan batuk untuk mengurangi beberapa gejala,
meningkatkan konsumsi vitamin C, dan mengkonsumsi antibiotik.
3.2
Saran
Makalah yang kami
susun masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Kedepannya
kami akan berusaha memperbaiki. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca untuk menjadi bahan evaluasi kami dimasa yang
akan datang.
Silakan
isi survey kami dengan klik link berikut:
https://www.surveymonkey.com/r/5GWC98H
DAFTAR
PUSTAKA
Aprilia,
Nia. Et,al. 2019. “Hubungan
Pengetahuan Penderita Hipertensi Tentang Hipertensi dengan Kepatuhan Minum Obat
Anthipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampa Tahun 2019”. Jurnal Ners. Vol 3 No.1. Hal: 112-117.
Corwin,
Elisabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC
Dongky.
Patmawati, Kadrianti. 2016. “Faktor Risiko Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kejadian ISPA Balita di Kelurahan Takatidung Polewali Mandar”. Unnes Journal of Health. Vol. 5. No. 4.
Hayati,
Sri. 2014. “Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Balita di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung”. Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol 11. No.1
Siregar,
Desy Putri Anggi. 2018. Hubungan Perilaku Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas
Lubuk Kilangan Kota Padang. Skripsi
Sudanto, Egi Widya. 2017. Hubungan Kebiasaan
Merokok Anggota Keluarga dan Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. Skripsi
WHO.
2007. “Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang
cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan”.
Pedoman Interim WHO: Jenewa.
No comments:
Post a Comment