Tuesday, October 20, 2020

MAKALAH MATA KULIAH SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN HEMATOTHORAX KELOMPOK 3B

 

MAKALAH

MATA KULIAH SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN

HEMATOTHORAX

 

 

Disusun Oleh:

            1. Waasi Karima Al Mughniy                       (I1B019006)

            2. Sri Rahayuningsih                                     (I1B019008)

            3. Nur Azizah Pranatarini                             (I1B019014)

            4. Panji Dwi Putra                                         (I1B019020)

            5. Irnanda Naufal Riandi                              (I1B019022)

            6. Kokom Kurnia Sandi                                (I1B019032)

            7. Alvina Oktaviani                                       (I1B019046)

 

 

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

OKTOBER

2020

  


BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

Hematothorax atau biasa dikenal dengan hemothorax adalah adanya kumpulan darah di rongga pleura, di ruang potensial antara pleura visceral dan parietal. Hematothorax sering terjadi akibat dari cedera toraks traumatis. Mekanisme trauma yang paling umum adalah cedera tumpul atau tembus pada struktur intratoraks atau ekstratoraks yang mengakibatkan perdarahan ke dalam dada. Perdarahan dapat timbul dari dinding dada, arteri mammae interkostal atau interna, pembuluh darah besar, mediastinum, miokardium, parenkim paru, diafragma, atau abdomen.

Cedera traumatis merupakan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat, yang menyebabkan 140.000 kematian setiap tahun. Cedera toraks terjadi pada sekitar 60% dari kasus multi-trauma dan bertanggung jawab atas 20 sampai 25% dari kematian akibat trauma. Selain itu, trauma adalah penyebab utama kematian pada orang berumur 40 tahunan. Di Amerika Serikat, kecelakaan kendaraan bermotor menyebabkan 70 sampai 80% dari trauma dada tumpul. Cedera pada struktur toraks mungkin timbul dari benturan langsung atau gaya d
eselerasi yang cepat. Studi terbaru menunjukkan patah tulang rangka toraks, memar paru, dan cedera diafragma adalah temuan umum pada trauma tumpul dada. 30% hingga 50% pasien dengan cedera dada tumpul yang parah mengalami memar paru bersamaan, pneumotoraks, dan hemotoraks. Pneumotoraks, hemotoraks, atau hemopneumotoraks ditemukan pada 72,3% kasus patah tulang rusuk traumatis.

Dengan masih banyaknya permasalahan yang muncul pada pasien hematothorax, maka kelompok kami bersepakat untuk mengangkat topik ini.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penatalaksanaan tentang pasien dengan masalah hematothorax.

C. Tujuan

Menjelaskan pengertian, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, dan penatalaksanaan hematothorax.

 

BAB II

ISI

A. Pengertian Hematothorax

Hematothorax adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Sumber mungkin darah dinding dada, parenkim paru –paru, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya merupakan konsekuensi dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit (Puponegoro , 2001).

Hematothorax adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Perdarahan ini berasal dari diding dada, panrenkin paru-paru, jantung atau pembuluh darah besar, Jumlahperdarahan pada hematotoraks dapat mencapai1500 ml.

B. Klasifikasi hematothorax

Hematotoraks dibagi berdasarkanklasifikasi sebagai berikut:

1. Hematotorakskecil: yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada fotorontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darahsampai 300 ml.

2. Hematotorakssedang: 15–35% tertutup bayangan pada fotorontgen, perkusi pekak sampai iga VI.jumlah darah sampai 800 ml.

3. Hematotoraksbesar: lebih 35 % pada fotorontgen, perkusi pekak sampai cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800–1500 ml.

C. Etiologi

Penyebab paling umum dari hematothorax adalah membran pleura yang bertugas untuk melapisi paru, mengalami kerusakan atau pecah sehingga darah di dalam tubuh bisa dengan mudah masuk ke dalam rongga pleura dan menekan paru. Kerusakan pada membran pleura ini dapat dipicu oleh komplikasi dari operasi jantung atau paru. Prosedur operasi jantung dan paru mengharuskan dokter bedah untuk membuka dinding dada, yang tidak menutup kemungkinan bisa mengakibatkan darah bocor ke dalam rongga pleura. Terutama ketika sayatan bekas operasi di jantung atau paru tidak ditutup dengan baik.

Hal lain yang dapat menyebabkan hematothoraks diantaranya adanya organ atau pembuluh darah yang terbuka di paru-paru, ada cedera yang menyebabkan benturan hebat pada paru, dan komplikasi dari kondisi kesehatan tertentu. Kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan hematothoraks diantaranya sebagai berikut.

1.      Infeksi paru, misalnya tuberkulosis (TBC)

2.      Kanker Paru

3.      Ada gumpalan darah beku yang mengalir ke paru-paru (emboli paru)

4.      Disfungsi jaringan paru

5.      Robeknya pembuluh darah akibat masuknya kateter ketika menjalani operasi jantung

6.      Dalam beberapa kasus yang jarang, hemothorax bisa terjadi secara spontan tanpa diawali dengan kondisi serius.

D. Manifestasi Klinis

Penderita hemothorax biasanya akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala sebagai berikut.

1.      Nyeri dada, yang semakin terasa saat bernapas

2.      Kesulitan bernapas (dyspnea)

3.      Kulit tampak pucat

4.      Tempo pernapasan cenderung cepat

5.      Merasa cemas dan gelisah yang berlebihan

6.      Demam tinggi, bahkan bisa lebih dari 38 derajat celsius.

E. Patofisiologi Hematotoraks

            Hematotoraks adalah terdapatnya darah pada rongga pleura. Hematotoraks sendiri terbagi ke dalam dua jenis, hematotoraks dan hematotoraks massif. Hal yang membedakan kedua jenis hematotoraks tersebut adalah jumlah pedarahannya. Pada hematotoraks masif terdapat darah lebih dari 1500 ml, sedangkan yang lainnya dibawah 1500 ml (Mayasari & Pratiwi, 2017).

            Kebanyakan kasus hematotoraks bermula dari adanya trauma, baik trauma yang disengaja, tidak sengaja, atau iatrogenic. Letak perdarahan pada kasus hematotoraks biasanya berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Terjadinya hematotoraks ini merupakan konsekuensi dari dari trauma tumpul, tajam, dan kemungkinan komplikasi dari beberapa penyakit. Trauma dada tumpul dapat mengakibatkan hematotoraks, hal ini terjadi karena adanya laserasi pembuluh darah internal. Hematotoraks juga dapat terjadi akibat adanya hematom pada dada akibat dari trauma. Tekanan pada dinding dada yang awalnya menjadi hematom lama kelamaan akan menjadi rupture dan masuk kedalam cavitas pleura (Mayasari & Pratiwi, 2017).

            Akibat dari trauma yang terjadi pada toraks tadi akan menyebabkan gagal ventilasi udara, kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar, dan kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Faktor tersebut menyebabkan terbentuknya hipoksia yang berkelanjutan hingga tingkat jaringan dan dapat merangsang terjadinya ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome), SIRS (Systemic Inflamation Response Syndrome), serta sepsis. Selain hipoksia jaringan, hiperkarbia dan asidosis juga menjadi akibat dari trauma toraks. Hiperkarbia terjadi akibat tidak adekuatnya ventilasi akibat penurunan tingkat kesadaran, sedangkan asidosis terjadi akibat syok (Mayasari & Pratiwi, 2017).

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada hematothorax dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Hematothoraks masif (pendarahan > 750 cc atau 15% dari total darah atau 5 cc/kgBB/jam) memerlukan tindakan operasi segera untuk menghentikan perdarahan itu. Sebanyak 85% kasus hematothoraks masif disebabkan oleh perdarahan arteri interkostalis atau arteri mamaria interna. Sebanyak 15% sisanya berasal dari hilus, miokardium, atau laserasi paru. Tindakan medis penting lainnya adalah untuk mengurangi tekanan positif intrapleura dengan cara memasang bullow drainase (WSD) sebagai upaya mengevakuasi darah dari rongga pleura.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a.       Meningkatkan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat

b.      Mencegah komplikasi

c.       Memberikan dukungan emosional pada klien dan keluarganya.

d.      Memberikan informasi yang lengkap tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hematothorax adalah adanya darah di dalam rongga pleura yang berasal dari dinding dada, panrenkin paru-paru, jantung atau pembuluh darah besaryang disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul. Terbagi menjadi tiga klasifikasi yang dibedakan oleh banyaknya volume darah dirongga pleura. Tanda dan gejala ang timbul yaitu nyeri dada yang semakin terasa saat bernapas,k esulitan bernapas (dyspnea), kulit tampak pucat, tempo pernapasan cenderung cepat, merasa cemas dan gelisah yang berlebihan, demam tinggi bahkan bisa lebih dari 38 derajat celsius. Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan ventilasi dan oksigenasi secara adekuat, mencegah komplikasi, memberikan dukungan emosional pada klien dan keluarganya, dan memberikan informasi yang lengkap tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.

B. Saran

Trauma yang terjadi pada toraks akan menyebabkan gagal ventilasi udara, kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar, dan kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Maka penanganan yang tepat dan cepat diperlukan agar hipoksia yang terjadi tidak menimbulkan komplikasi yang lebih berat.

 

DAFTAR PUSTAKA

Causa Trauma Tumpul Management of Moderate Hematotoraks Et Causa Blunt Trauma. Jurnal AgromedUnila, 4, 37–42.

Gomez L. P. & Vu H. Tran. 2020. Hemothorax. National Center for Biotechnology           Information. Diakses pada 17 Oktober 2020.          <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538219/>

Mayasari D, Pratiwi A I. 2017. “Penatalaksanaan HematotoraksSedangEt Causa    Trauma Tumpul”. Jurnal AgromedUnila. Vol 4 (1): 37-42

PDPI Malang. 2018. Mengenal Hematothorax, Kondisi Sulit Bernapas Akibat Ada           Darah di Rongga Paru.    http://www.klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8598, diakses 17 Oktober   2020

Wulan. 2012. “Hematothorax”. Karya Tulis Ilmiah. (online).             http://eprints.ums.ac.id/18666/2/BAB_I.pdf diakses pada 17 Oktober 2020, Jam    12.13

.

KUIS

Silakan teman-teman bisa mengerjakan kuis materi Hematothoraks, berikut linknya.

https://www.surveymonkey.com/r/V9G8KGR

MAKALAH PATOFISIOLOGI STROKE

 

PATOFISIOLOGI STROKE



 

Disusun oleh:

1.      Intan Kumalasari                I1B019004

2.      Isti Kharah                          I1B019010

3.      Amalda Sashikirana            I1B019028

4.      Ayu Rahma Kusuma P.      I1B019030

5.      Lies Apriyanti                    I1B019034

6.      Anzalna Intan Kinantarisa  I1B019060

7.      Merri N. K. Sapari              I1B019076

8.      Kartika Krida Pambayun    I1B019078

 

Mata Kuliah:

Sistem Informasi Keperawatan

 

Dosen Pengampu:

Annas Sumeru, M.Kep., S.Kep.MB

 

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2020

GASTRITIS

 

DEFINISI GASTRITIS

 

Gastritis adalah inflamasi lapisan lambung karena iritasi dari mukosa lambung (LeMone & Burke, 2008). Menurut (Burnner & Suddarth’s, 2009) adalah inflamasi mukosa gastrik/lambung fisiologi (fungsi pencernaan & sekresi dan motorik). Normalnya gaster dilindungi oleh barrier mukosa gastrik dari HCL dan pepsin. Barier mukosa gastrik meliputi:

1.      Lapisan impermiabel lipid hidriphobic à melindungi sel epitel gaster, mencegah mencegah difusi molekul yang larut air (alkohol dan aspirin bisa menembus lapisan ini).

2.      Sekresi Ion bicarbonate sebagai respon terhadap sekresi HCl, HCO3- = H+ à mukosa gaster tetap intak. Prostaglandin support produksi HCO3- dan blood flow.

3.      Mucus gel, menjaga lapisan lambung dari pepsin dan menangkap HCO3- untuk menettralisir HCl, berfungsi juga sebagai lubrikan untuk mencegah kerusakan mekanik.

 

 

ETIOLOGI

Gastritis dapat disebabkan oleh :

1.      Iritasi > obat-obatan, aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid

2.      Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan

3.      Stres. Diungkapkan oleh peneliti dari Universitas Leeds bahwa stres dapat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Ketika stres, nafsu makan akan cenderung berkurang. Stres juga menyebabkan perubahan hormonal dalam tubuh dan merangsang produksi asam lambung dalam jumlah berlebihan yang berakibat pada rasa sakit di lambung, nyeri, mual, mulas, atau bahkan luka (O'connor, 2007)

4.      Waktu makan yang tidak teratur atau porsi makan yang berlebihan

5.      Terlalu banyak makan makanan yang berbumbu (Mencakup 20% dari faktor etiologi, menurut penelitian yang dilakukan Herlan pada tahun 2001).

6.      Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung. Seperti : Trauma, luka bakar, sepsis, luka pada lambung.

 

 

 

PATOFISIOLOGI

 

a.       Gastritis akut ditandai dengan kerusakan barier mukosa karena iritasi lokal (membran mukosa gaster menjadi edema dan hiperemi = kongesti dari cairan dan darah) → kerusakan ini mengakibatkan kontak antara HCL dan pepsin dengan jaringan gaster → iritasi, inflamasi, dan erosi superficial mukosa gastric mengalami regenerasi secara cepat, gastritis akut → self-limiting disorder yang resolusi dan penyembuhannya terjadi dalam beberapa hari. Bentuk terparah dari gastritis akut disebabkan karena ketidaksengajaan atau sengaja mencerna asam atau alkali kuat (amonia,lysol), inflamasi berat ataupun nekrosis, gangren lambung, mengakibatkan perforasi, pendarahan sampai peritonitis. Jika sampai terbentuk jaringan parut maka akan terjadi obstruksi pilorus (Lemone & Burke 2008).

b.      Gastritis kronis merupakan kerusakan progresif yang diawali adanya inflamasi superficial dan secara bertahap berkembang menyebabkan atropy pada jaringan gaster. Tahap awal dikarakteristikan adanya perubahan pada mukosa gaster dan produksi mucus yang menurun. Seiring perkembangan penyakit, kelenjar mukosa gaster terganggu dan rusak.

c.       Tipe A (gastritis autoimun) diakibatkan oleh perubahan pada sel parietal yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler terhadap sel parietal dan faktor intrinsik, antibodi ini merusak sel mukosa gaster mengakibatkan atrofi, infiltrasi seluler, dan hilangnya kemampuan untuk sekresi HCL serta pepsin.

d.      Tipe B (gastritis H. Pylori). Infeksi Helicobacter Pylori (H. Pylori) menyebabkan inflamasi pada mukosa gaster disertai infiltrasi neutrofil dan lymfocyte  lapisan terluar gaster menjadi tipis dan athropy sehingga kemampuan untuk melindungi gaster dari autodegestif oleh HCL dan pepsin berkurang, H. Pylori  meningkatkan risiko terjadinya ulkus peptikum, kanker gaster.

 

 

MANIFESTASI KLINIS

 

1.      Gastritis Akut yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia

2.      Gastritis Kronik, Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan

 

MANAJEMEN MEDIS

Pada gastritis akut, biasanya pasien sembuh dalam waktu sekitar 1 hari, meskipun nafsu makan dapat berkurang selama 2 atau 3 hari lagi. Gastritis akut ditangani dengan menginstruksikan pasien untuk menahan diri dari alkohol dan makan makanan yang tidak menibulkan iritasi sampai gejalanya mereda. Jika gejalanya menetap, cairan intravena (IV) mungkin perlu diberikan.

Selain itu, terdapat beberapa terapi seperti intubasi nasogastrik (NG), antasida, antagonis reseptor histamin-2 (H2 blockers) (misalnya, famotidin [Pepcid], ranitidin [Zantac]), penghambat pompa proton (misalnya, omeprazole [Prilosec], lansoprazole [ Prevacid]), dan cairan IV. Endoskopi fiberoptik mungkin diperlukan. Dalam kasus ekstrim, operasi darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat jaringan gangren atau berlubang.

Reseksi lambung atau gastrojejunostomy (anastomosis jejunum ke perut untuk memutar di sekitar pilorus) mungkin diperlukan untuk mengobati obstruksi saluran keluar lambung, juga disebut obstruksi pilorus, penyempitan lubang pilorus, yang tidak dapat diatasi dengan penanganan medis. Gastritis kronis dikelola dengan memodifikasi pola makan pasien, mendorong istirahat, mengurangi stres, merekomendasikan menghindari alkohol dan NSAID, dan memulai pengobatan yang mungkin termasuk antasida, H2 blockers, atau penghambat pompa proton.

 

MANAJEMEN KEPERAWATAN

1.      Mengurangi Kecemasan

Pada beberapa kasus, pasien gastritis perlu mengalami tidakan endoskopi ataupun pembedahan. Pasien dapat merasa cemas karena nyeri serta tindakan pengobatan yang akan dijalaninya. Peran perawat yaitu memberi dukungan emosional, menggunakan pendekatan yang tenang untuk mengurangi kecemasan pasien, serta berusaha menjawab pertanyaan yang pasien ajukan.

 

2.      Mempromosikan Nutrisi yang Optimal

Pasien tidak boleh mengonsumsi makanan atau cairan melalui mulut — mungkin untuk beberapa hari — sampai gejala akut mereda, agar memungkinkan terjadinya penyembuhan mukosa lambung. Jika terapi IV diperlukan, perawat memantau asupan dan haluaran cairan bersama dengan nilai elektrolit serum.

Setelah gejala mereda, perawat memperkenalkan makanan padat sesegera mungkin agar nutrisi oral tercukupi. Saat makanan dimasukkan, perawat mengevaluasi dan melaporkan setiap gejala yang menunjukkan episode gastritis berulang. Perawat mencegah asupan minuman kaeinasi, karena caeine adalah stimulan sistem saraf pusat yang meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi pepsin.

Perawat juga melarang penggunaan alcohol dan mencegah merokok. Hal ini penting karena nikotin pada rokok dapat mengurangi sekresi bikarbonat pankreas, yang menghambat netralisasi asam lambung di duodenum. Selain itu, perawat juga dapat merujuk pasien yang ingin konseling tentang alkohol dan program berhenti merokok.

3.      Mempromosikan Kesimbangan cairan

Asupan dan keluaran cairan harian perlu dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda awal dehidrasi (asupan cairan minimal 1,5 L / hari, keluaran minimal 0,5 mL / kg / jam). Jika makanan dan cairan oral ditahan, cairan IV (3 L / hari) biasanya diresepkan dan catatan asupan cairan ditambah nilai kalori (1 L dari 5% dekstrosa dalam air = 170 kalori karbohidrat) perlu dipertahankan. Nilai elektrolit (natrium, kalium, klorida) dinilai setiap 24 jam untuk mendeteksi ketidakseimbangan. Perawat harus selalu waspada terhadap setiap indikator gastritis hemoragik, yang meliputi hematemesis (muntah darah), takikardia, dan hipotensi. Semua feses harus diperiksa untuk mengetahui adanya perdarahan yang jelas atau tersembunyi. Jika ini terjadi, penyedia utama akan diberi tahu dan tanda-tanda vital pasien dipantau sesuai dengan kondisi pasien.

4.      Meredakan Nyeri

Tindakan untuk membantu meredakan nyeri termasuk menginstruksikan pasien untuk menghindari makanan dan minuman yang dapat mengiritasi mukosa lambung serta penggunaan obat yang benar untuk meredakan gastritis kronis. Perawat harus secara teratur menilai tingkat nyeri pasien dan tingkat kenyamanan yang dicapai melalui penggunaan obat-obatan dan menghindari zat yang mengiritasi.

5.      Mempromosikan Perawatan Berbasis Rumah dan Komunitas

-          Mendidik Pasien Tentang Perawatan Diri

Perawat mengevaluasi pengetahuan pasien tentang gastritis dan mengembangkan rencana pendidikan individual yang mencakup informasi tentang manajemen stres, diet, dan pengobatan. Instruksikan pola makan dengan memperhitungkan kebutuhan kalori harian pasien serta aspek budaya preferensi makanan. Perawat dan pasien meninjau makanan dan zat lain yang harus dihindari (misalnya, makanan yang pedas, mengiritasi, atau berbumbu tinggi; caeine; nikotin; alkohol). Konsultasi dengan ahli diet mungkin direkomendasikan.

Memberikan informasi tentang obat-obatan yang diresepkan, yang mungkin termasuk antasid, penghambat H2, atau penghambat pompa proton, dapat membantu pasien untuk lebih memahami mengapa obat-obat ini membantu dalam pemulihan dan mencegah kekambuhan. Pentingnya melengkapi rejimen pengobatan seperti yang diresepkan untuk memberantas infeksi H. pylori harus diperkuat kepada pasien dan pengasuh.

-          Perawatan Berkelanjutan

Perawat memperkuat instruksi sebelumnya dan melakukan penilaian berkelanjutan terhadap gejala dan kemajuan pasien. Selain itu, perawat juga menekankan pentingnya menjaga tindak lanjut terkait perawatan berkelanjutan dari penyedia layanan kesehatan

 

 

 

 

 

 

 

Untuk menguji pemahaman, yuk coba isi kuis di sini

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2. Jakarta: EGC.

Priscilla Le Mone and Karen Burke. 2008. Medical Surgical Nursing Critical Thinking in Client Care. 4th. Pearson Education International.

Hinkle, Janice L. &  Cheever, Kerry H. (2014). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing. Thirteenth edition. Philadelpia : Lippincott

Khanza, N, dkk. 2017. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GASTRITIS. STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN. https://stikesmukla.ac.id/downloads/makalah/ASUHAN%20KEPERAWATAN%20PASIEN%20dengan%20GASTRITIS.pdf. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2020



Disusun oleh (kelompok 5 kelas B reguler 2019) : Riski Ima R (I1B019016), Nirmala Rumaja P (I1B019036), Tamara A (I1B019038), Fatkhiya R N (I1B019042), Ilham U (I1B019044), Stevani Clara F (I1B019050), Yurice Kusuma P (I1B019056).